PENGARUH PELAKSANAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DAN KESIAPAN SUMBERDAYA PELAKSANA PENDIDIKAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS SEKOLAH
1.
Kualitas Sekolah
a.
Pengertian Kualitas
Sekolah
Dalam
pengertian umum, kualitas merupakan kondisi baik-buruknya suatu hal dalam kemampuannya memberikan manfaat
dan mempertahankan kemampuannya dalam memberikan manfaat (Aris, 1998: 12). Dalam
konteks pendidikan, kualitas mengacu pada proses pendidikan dan
hasil pendidikan (Suryobroto, 2004: 210). Dalam proses pendidikan yang bermutu,
terlibat berbagai input seperti bahan ajar (kognitif, afektif, atau
psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai dengan kemampuan guru di sekolah),
sarana sekolah, dukungan administrasi, dan sarana serta sumberdaya lainnya.
Penciptaan suasana yang kondusif untuk penyelenggaraan pendidikan di sekolah
juga termasuk dalam kerangka proses pendidikan.
Manajemen sekolah dan manajemen
kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua
komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antar guru, siswa, dan
sarana pendukung di kelas maupun diluar kelas, baik konteks kurikuler maupun
ekstra kurikuler, baik dalam lingkup substansi yang akademis maupun non
akademis, dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran
Mutu
dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah
pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan
dapat berupa hasil tes kemampuan akademis, misalnya ulangan umum, Ebta atau
Ebtanas. Prestasi dapat pula berupa bidang lain seperti prestasi disuatu cabang
olah raga, seni, atau keterampilan tambahan tertentu, misalnya komputer dan
berbagai jenis teknik, jasa. Bahkan, prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang
tidak dapat diukur secara langsung, seperti suasana disiplin, keakraban, saling
menghormati, atau kebersihan. Akan tetapi, indikator ini sangat jarang
digunakan oleh karena jarang diperhitungkan oleh khalayak umum dalam konteks
pemahaman mutu yang diprioritaskan.
b.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu
Sekolah
Mutu
dalam konteks output pendidikan di sekolah dipengaruhi oleh berbagai kondisi
atau faktor. Oemar (1983:115) mengemukakan bahwa cara pembelajaran, sarana dan
prasarana pendukung, kesesuaian bahan ajar, serta manajemen sekolah memiliki
hubungan yang erat dengan keberhasilan proses pendidikan di sekolah. Apabila
dikaitkan dengan konsep yang dikemukakan oleh Suryobroto, maka konsep ini
memandang keberhasilan sebagai hal yang dipengaruhi oleh aspek input pendidikan
di sekolah. Faktor input tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1)
Faktor Internal
a)
Cara pembelajaran.
Cara
pembelajaran berkaitan dengan penerapan metode pembelajaran
yang dilaksanakan. Metode pembelajaran yang baik adalah metode pembelajaran
yang memiliki kesesuaian dengan kondisi sekolah, baik berkaiatan dengan
sumberdaya manusia pendidik dan peserta didik maupun berkaitan dengan
sumberdaya pendukung yang dimiliki sekolah. Metode pembelajaran yang tidak
sesuai dengan sumberdaya yang ada dan dipaksakan untuk tetap dilaksanakan dalam
pendidikan akan memiliki dampak yang kurang baik terhadap output pendidikan.
b)
Sarana dan prasarana pendukung
Sarana
dan prasarana pendukung merupakan hal yang cukup penting guna menunjang
keberhasilan proses pendidikan di sekolah. Termasuk sebagai sarana dan
prasarana pendukung ini diantaranya adalah alat peraga, laboratorium, fasilitas
gedung sekolah, dan fasilitas sekolah lainnya. Sarana dan prasarana pendukung
berperan dalam membantu kemudahan proses belajar mengajar serta membantu
terjadinya transformasi pengetahuan yang baik dalam pembelajaran. Sarana-dan
prasarana pendukung seperti fasilitas bangunan gedung sekolah yang memadai memilikifungsi
memberikan rasa nyaman baik pada siswa maupun pendidik, sehingga proses
pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang.
c)
Kesesuaian bahan ajar
Bahan
ajar berkaiatn dengan penyususnan kurikulum yang dilakukan sekolah. Kurikulum
yang baik disusun dengan memperhatikan kondisi atau kualitas siswa ayang ada.
Kurikulum yang terlalu banyak menyajikan materi pengembangan yang rumit
sedangkan kondisi kualitas siswa yang ada tidak sesuai dapat berakibat pada
kegagalan proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah.
d)
Manajemen Sekolah
Manajemen
sekolah berkaitan dengan bagaimana cara pengelolaan sekolah agar dapat mencapai
tujuan pendidikan yang ditetapkan sekolah. Beberapa unsur-unsur yang dapat
dimasukkan dalam manajemen sekolah adalah menajemen sumberdaya manusia
pendidik, manajemen pengembangan kurikulum pendidikan, manajemen pemberdayaan
atau penguatan kualitas pendidkan, dan unsur-unusr lainnya. Manajemen
sumberdaya manusia pendidik dapat berkaitan dengan bagaimana meningkatkan
kualitas pendidik, bagaimana mengembankan metode pembelajaran yang dilakukan
pendidik, dan juga bagaimana membuat strategi dalam mengatasi kendala-kendala
pelaksanaan pendidikan yang muncul di sekolah.
2)
Faktor Eksternal
Aris (1998: 68) mengemukakan bahwa terdapat berbagai factor eksternal
yang mempengaruhi mutu sekolah sebagai berikut:
a)
Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah merupakan hal yang terkait erat dengan kondisi
politik suatu negara. Kebijakan pemerintah, khususnya dibidang pendidikan
merupakan hal yang sangat urgen dan mempengaruhi kualitas sekolah. Kebijakan
tersebut dapat berupa peraturan-peraturan, anjuran, maupun pemberdayaan pendidikan
yang dilakukan pemerintah terhadap satuan-satuan pendidikan.
b)
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Kondisi sosial masyarakat berkaitan dengan kebiasaan tentang cara
pandang mas yarakat terhadap arti penting pendidikan dan belajar bagi
anak-anaknya, serta kebiasaan masyarakat dalam merespon suatu keadaan
pendidikan disekitarnya. Dilingkungan social yang berbudaya maju, masyarakat
cenderung memandang penting pendidikan dan melakukan berbagai upaya untuk
kepentingan pendidikan anak-anaknya, sehingga kondisi ini sangat mendukung
terciptanya mutu sekolah yang ada dilingkungan masyarakat setempat. Sebaliknya,
dilingkungan yang kurang maju, pada umumnya masyarakat masih belum begitu
memandang penting pendidikan yang layak bagi anak-anaknya, sehingga
sekolah-sekolah yang ada dilingkungan seperti ini sangat sulit untuk berkembang
karena kurangnya dukungan dari orang tua siswa. Sementara itu, kondisi ekonomi
berkaitan dengan kemampuan masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan
pendidikan bagi anak-anaknya. Sekolah akan sulit berkembang apabila berada di
lingkungan masyarakat yang memiliki taraf ekonomi rendah.
c)
Kondisi Pendidikan Masyarakat
Pada umumnya, masyarakat akan berfikir dan bertindak sesuai dengan
kemampuan berfikirnya, dan hal ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan
wawasan masyarakat. Dilingkungan masyarakat yang berpendidikan tinggi, terdapat
kecenderungan besarnya support yang diberikan orang tua kepada anaknya untuk
maju dalam pendidikan.
d)
Kuatnya Persaingan
Persaingan merupakan hal yang memiliki andil cukup penting terhadap
mkualitas sekolah. Seperti halnya di daerah yang maju seperti perkotaan pada
umumnya terdapat banyak sekolah yang masing-masing berusaha untuk memperoleh
nama baik di masyarakat. Persaingan ini menimbulkan tuntutan untuk melakukan pengembangan
diri yang lebih baik. Oleh sebab itu, pada umumnya rata-rata kualitas
sekolah-sekolah di perkotaan jauh lebih baik disbanding di daearah-daerah
terpencil yang memiliki tingkat persaingan yang cukup rendah.
e)
Keterlibatan
Pihak Lain
Di era modern ini, banyak organisasi-organisasi baik profit maupun non
profit asing dan luar negeri yang melibatkan diri dalam upaya memajukan
pendidikan nasional. Sekolah-sekolah yang tersentuh organisasi-organsiasi
semacam ini (seperti Save The Children
dan Islamic Relief) yang
mengembangkan program-program pemberdayaan pendidikan tingkat dasar secara umum
akan lebih mudah dalam mengembangkan diri karena adanya support dalam berbagai
bentuk seperti sarana dan prasarana, pengembangan wawasan dan referensi yang
berkualitas, dan support-support lainnya.
Konsep-konsep
tersebut menunjukkan bahwa manajemen pendidikan memiliki peranan penting dalam
kaitannya dengan mutu sekolah. Peranan manajemen mensinkoronkan berbagai input
pendidikan di sekolah, yang pada akhirnya berkaitan dengan output atau hasil
pendidikan di sekolah.
2.
Konsep Manajemen Pendidikan Secara Umum
a.
Pengertian
Gaffar (dalam Mulyasa, 2007: 19) memberikan
pengertian bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai sebuah proses
kerjasama yang sistematik dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Manajemen pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala
sesuatu yang berkaitan dengan peneglolaan proses pendidikan untuk mencapai
tjuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun
panjang. Sementara itu, Suryosubroto (2004: 15) menjelaskan bahwa pendidikan
dapat diberi makna dari berbagai aspek sebagai berikut:
1)
Manajemen
pendidikan sebagai kerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan
2)
Manajemen
pendidikan sebagai proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam proses ini
terdapat perencanaan, pengorganisasian, pangarahan, pemantauan, serta
penilaian.
3)
Manajemen
pendidikan sebagai suatu system. Sistem
adalah keseluruhan dari yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berinteraksi
untuk mencapai tujuan pendidikan.
4)
Manajemen
pendidikan sebagai upaya pendayagunaan sumber-sumber untuk mencapai tujuan
pendidikan. Pendayagunaan sumber-sumber merupakan pelibatan SDM dan
sumber-sumber yang ada secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan
pendidikan.
5)
Manajemen
pendidikan sebagai kepemimpinan manajemen.
Dilihat dari kepemimpinan, manajemen pendidikan merupakan upaya untuk
menjawab pertanyaan bagaimana dengan kemampuan yang dimiliki administrator
pendidikan tersebut dapat melaksanakan tujuan pendidikan.
6)
Manajemen
pendidikan sebagai proses pengambilan keputusan. Manajemen pendidikan merupakan manajemen yang
mampu melakukan pengambilan keputusan terkait dengan masalah-masalah pendidikan
yang ada di sekolah, sehingga tercapai tujuan pendidikan.
7)
Manajemen
pendidikan sebagai aktivitas komunikasi.
Makna sebagai aktivitas komunikasi adalah manajemen pendidikan harus
mempu membuat semua pihak yang terkait mengerti dan memahami tujuan, proses,
dan kerangka manajemen pendidikan sekolah.
8)
Manajemen
pendidikan dalam arti yang sempit adalah proses ketatausahaan di sekolah.
Manajemen pendidikan dalam pandang proses pencapaian tujuan pendidikan merupakan siklus yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pembiayaan, pemantauan,
dan penilaian.
Sementara itu, Pandangan manajemen sekolah sebagai kerangka sistem, menyoroti
bahwa dalam manajemen sekolah terdapat unsur input yaitu murid yang
dikelola melalui proses-proses manajemen untuk menghasilkan unsur output,
yaitu lulusan yang sesuai dengan idealita yang dikembangkan di sekolah. Perlunya
memandang pendidikan sekolah sebagai sistem adalah untuk mendukung manajemen
yang handal, dengan menyadari bahwa output merupakan hasil dari berbagai proses
yang saling berinteraksi di sekolah.
Kerangka pendidikan sekolah sebagai sistem ini dapat digambarkan sebagai
berikut (Suryosubroto, 2004: 3):
Gambar 2.1. Kerangka Sistem
Pendidikan Sekolah
Kerangka
tersebut menjelaskan bahwa sekolah merupakan satu keseluruhan yang memproses
murid menjadi lulusan. Dalam sudut pandang sistem, manajemen pendidikan mencakup
komponen:
1)
Inputnya: yaitu
siswa yang masuk sekolah
2)
Proses: yaitu
kegiatan sekolah besarta aparatnya untuk menghasilkan lulusan. Proses tersebut
mencakup proses belajar-mengajar, bimbingan kepada murid, kegiatan ektra
kurikuler, sarana yang ada di sekolah
seperti laboratorium serta media-media lain, kurikulum yang dikembangkan, serta
organisasi yang ada di sekolah.
3)
Output: yaitu
lulusan yang dihasillan. Dalam kerangka sistem, lulusan yang dihasilkan
diharapkan memiliki kualifikasi seperti yang dikehendaki oleh tujuan pendidikan
di sekolah.
3.
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
a.
Pengertian
Istilah manajemen berbasis sekolah (school based
management)
pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan
relevansi pendidikan dengan tntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS
merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas kepada sekolah
dalam kerangka kebijakan nasional. Otonomi sekolah diberikan agar sekolah dapat
secara mandiri mengelola sumberdaya dan sumber dana sesuai dengan priorotas
kebutuhan riil yang ada di sekolah dan agar sekolah menjadi lebih tanggap
dengan kondisi dan kebutuhan setempat. Manajemen MBS menuntut sekolah untuk
secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan,
dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat
maupun pemerintah.
MBS merupakan wujud reformasi pendidikan, yang
menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan
memadai. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi dari sekolah untuk
meningkatkan kinerja staf, menawarkan secara langsung partisipasi kelompok-kelompok terkait dan meningkatkan
pemahaman masyarakat pada pendidikan. Sesuai dengan prinsip otonomi dan
desentralisasi pendidikan, kewenangan sekolah juga berperan dalam menampung
konsesnsus umum yang meyakini bahwa sedapat mungkin keputusan dibuat oleh
mereka yang memiliki akses paling baik terhadap informasi setempat, yang
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kebijakan dan yang terkena akibat dari
kebijkan-kebijakan tersebut (Mulyasa, 2007: 20).
b.
Keuntungan MBS
Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti
dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan
beberapa keuntungan berikut (Fatah, 2000 dalam Mulyasa, 2007: 24):
1)
Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah
membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan guru.
2)
Bertjuan pada bagaiamanamemanfatkan
sumberdaya lokal.
3)
Efektif dalam melakukan pembinaan
peserta didik, seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengalaman, tingkat
putus sekolah, moral guru dalam sekolah.
4)
Adanya perhatian bersama untuk mengambil
keputusan memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang pulang sekolah, dan
perubahan perencanaan.
MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk
mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Hal
tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di
Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, messo, maupun
mikro.
MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan
keterlibatan masyarakat merupakan respon pemerintah terhadap gejala-gejala yang
muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan
pemerataan pendidikan. Peningkatan evisiensi antara lain diperoleh melalui
keleluasaan mengelola sumberdaya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan
birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain melalui
partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan
kelas, peningkatan prfesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem
insentif dan disintensif. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui
peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih
berkonsentrasi pada kelompok tersebut. Hal ini dimungkinkan karena ada sebagain
masyarakat tumbuh rasa memiliki yang tinggi terhadap sekolah.
c.
Faktor-Faktor Penting dalam MBS
Badan Pengembangan Pendidikan Nasional bersama Bank Dunia
telah mengkaji beberapa faktor yang perlu diperhatikan sehubungan dengan MBS.
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan:
1)
Kewajiban Sekolah
MBS
menawarkan penguasaan pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam
menciptakan kepala sekolah, guru, dan pengelola sistem pendidikan profesional.
Oleh karena itu, pelaksanaannya perlu disertai seperangkat kewajiban nasional,
serta monitoring dan tuntutan pertanggungjawaban yang relatif tinggi untuk
menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi juga memiliki kewajiban
melaksanakan kewajiban pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat sekolah.
Dengan demikian, sekolah dituntut mampu menampilkan pengelolaan sumberdaya
secara transparan, demokratis, tanpa moniopoli, dan bertanggungjawab baik
terhadap masyarakat maupun pemerintah dalam rangka meningkatkan kapasitas
pelayanan terhadap peserta didik.
2)
Kebijakan dan prioritas pemerintah
Pemerintah
sebagai penanggungjawab pendidikan nasional berhak merumuskan
kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama yang berkaitan
dengan program peningkatan melek huruf dan angka, efisiensi, mutu, dan
pemerataan pendidikan. Dalam hal-hal tersebut, sekolah tidak diperbolehkan
untuk berjalan sendiri dengan mengabaikan kebijakan dan standar yang ditetapkan
pemerintah yang dipilih secara demokratis.
3)
Peranan orang tua dan masyarakat
MBS
menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas untuk
membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas
daerah setempat serta mengefisienkan sistem dan menghuilangkan birokrasi yang
tumpang tindih. Partisipasi masyarakat merupakan salh satu aspek penting dalam
MBS. Melalui dewan sekolah, orang tua dan masyarakat dapat berpartisipasi dalam
pembuatan berbagai keputusan.
4)
Peranan profesionalisme dan manajerial
MBS
menuntut perubahan-perubahan tingkah laku kepala sekolah, guru, dan tenaga
administrasi dalam mengoperasikan sekolah. Kepala sekolah, guru, dan tenaga
admistrasi harus memiliki kedua sifat tersebut yaitu profesionalisme dan
kemampuan manajerial.
5)
Pengembangan profesi
Dalam
MBS pemerintah harus menjamin bahwa semua unsur penting tenaga kependidikan
menerima pengembangan profesi yang diperlukan untuk mengelola sekolah secara
efektif.
d.
Karakteristik MBS
MBS yang ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi
pendidikan akan memberikan wawasan baru terhadap system yang sedang berjalan
selama ini. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan
efisiensi dan efektivitas kinerja sekolah, dengan menyediakan layanan
kependidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat
sekolah setempat.
Karakteristik MBS dapat diketahui antara lain dari
bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses
belajar mengajar, pengelolaan sumberdaya manusia, dan pengelolaan administrasi
serta sumberdaya lainnya. Mulyasa, (2007: 29) mengemukakan karakteristik MBS
sebagai berikut:
1)
Organisasi Sekolah
Organisasi sekolah dalam MBS berperan dalam (1)
menyediakan manajemen organisasi kepemimpinan transformasional dalam mencapai
tujuan sekolah, (2) menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk
sekolahnya sendiri, (3) mengelola kegiatan operasional sekolah, (4) menjamin
adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dengan masyarakat, (5) menjamin
terpeliharanya sekolah yang bertanggungjawab kepada masyarakat dan pemerintah.
2)
Proses Belajar
Proses belajar dalam MBS bersifat: (1) meningkatkan
kualitas belajar siswa, (2) mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap
terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah, (3) menyelenggarakan proses
belajar-mengajar yang efektif, (4) menyediakan program pengembangan yang
diperlukan siswa.
3)
Sumberdaya Manusia (human resource)
SDM dalam MBS dikembangkan dengan: (1) memberdayakan
staf dan menempatkan personel yang dapat melayani kebutuhan siswa, (2) memilih
staf yang memiliki wawasan manajemen berbasis sekolah, (3) menyediakan kegiatan
pengembangan profesi staf, (4) menjamin kesejahteraan staf dan siswa.
4)
Sumberdaya dan Administrasi
Sumberdaya dan administrasi dalam MBS dikembangkan
dengan: (1) mengidentifikasi sumberdaya yang diperlukan dan mengalokasikan
sumberdaya tersebut sesuai dengan kebutuhan, (2) peningkatan peran pengelolaan
sekolah, peningkatan penyediaan dukungan administrative, (3) peningkatan peran
pengelolaan dan penyediaan gedung dan sarana lainnya.
e.
MBS Sebagai Proses Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan istilah yang dimaksudkan untuk
mengangkat harkat dan martabat masyarakat dalam perekonomiannya, hak-haknya,
agar memiliki posisi yang seimbang dengan manusia lainnya yang selama ini telah lebih mapan
kehidupannya. MBS merupakan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan mutu dan kemandirian sekolah. Dengan MBS,
diharapkan segenap personil sekolah dapat melaksanakan pendidikan sesuai dengan
kebutuhan, perkembangan, zaman, karakteristik lingkungan, dan tuntutan global.
Mulyasa (2007: 33) mengemukakan bahwa sedikitnya
terdapat delapan langkah pemberdayaan dalam kaitannya dengan MBS, yaitu: (1)
menyusun kelompok guru sebagai penerima awal atas rencana program pemberdayaan,
(2) mengidentifikasi dan membangun kelompok peserta didik sekolah, (3) memilih
dan melatih guru dan tokoh masyarakat yang terlibat secara langsung dalam
implementasi MBS, (4) membentuk dewan sekolah yang terdiri dari unsure sekolah
dan masyarakat dibawah pengawasan pemerintah daerah, (5) menyelenggarakan
pertemuan-pertemuan para anggota dewan sekolah, (6) mendukung aktivitas
kelompok yang tengah berjalan, (7) mengembangkan hubungan yang harmonis antara
masyarakat dan sekolah, (8) menyelenggarakan lokakarya untuk evaluasi.
f.
Operasionalisasi
MBS
Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan
efisien apabila didukung oleh sumberdaya manusia yang professional untuk
mengoperasikan sekolah, mengelola dana yang cukup besar di sekolah agar sekolah
dapat menggaji sesuai fungsinya, sarana dan prasarana yang memadai untuk proses
belajar-mengajar, serta dukungan masyarakat yang tinggi.
Komentar
Posting Komentar