PENGARUH PELAKSANAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DAN KESIAPAN SUMBERDAYA PELAKSANA PENDIDIKAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS SEKOLAH


1.    Kualitas Sekolah
a.    Pengertian Kualitas Sekolah
Dalam pengertian umum, kualitas merupakan kondisi baik-buruknya suatu hal dalam kemampuannya memberikan manfaat dan mempertahankan kemampuannya dalam memberikan manfaat (Aris, 1998: 12). Dalam konteks pendidikan, kualitas mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan (Suryobroto, 2004: 210). Dalam proses pendidikan yang bermutu, terlibat berbagai input seperti bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai dengan kemampuan guru di sekolah), sarana sekolah, dukungan administrasi, dan sarana serta sumberdaya lainnya. Penciptaan suasana yang kondusif untuk penyelenggaraan pendidikan di sekolah juga termasuk dalam kerangka proses pendidikan.
Manajemen sekolah dan manajemen kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antar guru, siswa, dan sarana pendukung di kelas maupun diluar kelas, baik konteks kurikuler maupun ekstra kurikuler, baik dalam lingkup substansi yang akademis maupun non akademis, dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran
Mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan dapat berupa hasil tes kemampuan akademis, misalnya ulangan umum, Ebta atau Ebtanas. Prestasi dapat pula berupa bidang lain seperti prestasi disuatu cabang olah raga, seni, atau keterampilan tambahan tertentu, misalnya komputer dan berbagai jenis teknik, jasa. Bahkan, prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat diukur secara langsung, seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, atau kebersihan. Akan tetapi, indikator ini sangat jarang digunakan oleh karena jarang diperhitungkan oleh khalayak umum dalam konteks pemahaman mutu yang diprioritaskan.
b.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Sekolah
Mutu dalam konteks output pendidikan di sekolah dipengaruhi oleh berbagai kondisi atau faktor. Oemar (1983:115) mengemukakan bahwa cara pembelajaran, sarana dan prasarana pendukung, kesesuaian bahan ajar, serta manajemen sekolah memiliki hubungan yang erat dengan keberhasilan proses pendidikan di sekolah. Apabila dikaitkan dengan konsep yang dikemukakan oleh Suryobroto, maka konsep ini memandang keberhasilan sebagai hal yang dipengaruhi oleh aspek input pendidikan di sekolah. Faktor input tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:


1)      Faktor Internal
a)         Cara pembelajaran.
Cara pembelajaran berkaitan dengan penerapan metode pembelajaran yang dilaksanakan. Metode pembelajaran yang baik adalah metode pembelajaran yang memiliki kesesuaian dengan kondisi sekolah, baik berkaiatan dengan sumberdaya manusia pendidik dan peserta didik maupun berkaitan dengan sumberdaya pendukung yang dimiliki sekolah. Metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan sumberdaya yang ada dan dipaksakan untuk tetap dilaksanakan dalam pendidikan akan memiliki dampak yang kurang baik terhadap output pendidikan.
b)        Sarana dan prasarana pendukung
Sarana dan prasarana pendukung merupakan hal yang cukup penting guna menunjang keberhasilan proses pendidikan di sekolah. Termasuk sebagai sarana dan prasarana pendukung ini diantaranya adalah alat peraga, laboratorium, fasilitas gedung sekolah, dan fasilitas sekolah lainnya. Sarana dan prasarana pendukung berperan dalam membantu kemudahan proses belajar mengajar serta membantu terjadinya transformasi pengetahuan yang baik dalam pembelajaran. Sarana-dan prasarana pendukung seperti fasilitas bangunan gedung sekolah yang memadai memilikifungsi memberikan rasa nyaman baik pada siswa maupun pendidik, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang.
c)         Kesesuaian bahan ajar
Bahan ajar berkaiatn dengan penyususnan kurikulum yang dilakukan sekolah. Kurikulum yang baik disusun dengan memperhatikan kondisi atau kualitas siswa ayang ada. Kurikulum yang terlalu banyak menyajikan materi pengembangan yang rumit sedangkan kondisi kualitas siswa yang ada tidak sesuai dapat berakibat pada kegagalan proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah.
d)        Manajemen Sekolah
Manajemen sekolah berkaitan dengan bagaimana cara pengelolaan sekolah agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan sekolah. Beberapa unsur-unsur yang dapat dimasukkan dalam manajemen sekolah adalah menajemen sumberdaya manusia pendidik, manajemen pengembangan kurikulum pendidikan, manajemen pemberdayaan atau penguatan kualitas pendidkan, dan unsur-unusr lainnya. Manajemen sumberdaya manusia pendidik dapat berkaitan dengan bagaimana meningkatkan kualitas pendidik, bagaimana mengembankan metode pembelajaran yang dilakukan pendidik, dan juga bagaimana membuat strategi dalam mengatasi kendala-kendala pelaksanaan pendidikan yang muncul di sekolah.  
2)      Faktor Eksternal
Aris (1998: 68) mengemukakan bahwa terdapat berbagai factor eksternal yang mempengaruhi mutu sekolah sebagai berikut:
a)      Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah merupakan hal yang terkait erat dengan kondisi politik suatu negara. Kebijakan pemerintah, khususnya dibidang pendidikan merupakan hal yang sangat urgen dan mempengaruhi kualitas sekolah. Kebijakan tersebut dapat berupa peraturan-peraturan, anjuran, maupun pemberdayaan pendidikan yang dilakukan pemerintah terhadap satuan-satuan pendidikan.
b)      Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Kondisi sosial masyarakat berkaitan dengan kebiasaan tentang cara pandang mas yarakat terhadap arti penting pendidikan dan belajar bagi anak-anaknya, serta kebiasaan masyarakat dalam merespon suatu keadaan pendidikan disekitarnya. Dilingkungan social yang berbudaya maju, masyarakat cenderung memandang penting pendidikan dan melakukan berbagai upaya untuk kepentingan pendidikan anak-anaknya, sehingga kondisi ini sangat mendukung terciptanya mutu sekolah yang ada dilingkungan masyarakat setempat. Sebaliknya, dilingkungan yang kurang maju, pada umumnya masyarakat masih belum begitu memandang penting pendidikan yang layak bagi anak-anaknya, sehingga sekolah-sekolah yang ada dilingkungan seperti ini sangat sulit untuk berkembang karena kurangnya dukungan dari orang tua siswa. Sementara itu, kondisi ekonomi berkaitan dengan kemampuan masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan pendidikan bagi anak-anaknya. Sekolah akan sulit berkembang apabila berada di lingkungan masyarakat yang memiliki taraf ekonomi rendah.
c)      Kondisi Pendidikan Masyarakat
Pada umumnya, masyarakat akan berfikir dan bertindak sesuai dengan kemampuan berfikirnya, dan hal ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan wawasan masyarakat. Dilingkungan masyarakat yang berpendidikan tinggi, terdapat kecenderungan besarnya support yang diberikan orang tua kepada anaknya untuk maju dalam pendidikan.
d)     Kuatnya Persaingan
Persaingan merupakan hal yang memiliki andil cukup penting terhadap mkualitas sekolah. Seperti halnya di daerah yang maju seperti perkotaan pada umumnya terdapat banyak sekolah yang masing-masing berusaha untuk memperoleh nama baik di masyarakat. Persaingan ini menimbulkan tuntutan untuk melakukan pengembangan diri yang lebih baik. Oleh sebab itu, pada umumnya rata-rata kualitas sekolah-sekolah di perkotaan jauh lebih baik disbanding di daearah-daerah terpencil yang memiliki tingkat persaingan yang cukup rendah.
e)       Keterlibatan Pihak Lain
Di era modern ini, banyak organisasi-organisasi baik profit maupun non profit asing dan luar negeri yang melibatkan diri dalam upaya memajukan pendidikan nasional. Sekolah-sekolah yang tersentuh organisasi-organsiasi semacam ini (seperti Save The Children dan Islamic Relief) yang mengembangkan program-program pemberdayaan pendidikan tingkat dasar secara umum akan lebih mudah dalam mengembangkan diri karena adanya support dalam berbagai bentuk seperti sarana dan prasarana, pengembangan wawasan dan referensi yang berkualitas, dan support-support lainnya.
Konsep-konsep tersebut menunjukkan bahwa manajemen pendidikan memiliki peranan penting dalam kaitannya dengan mutu sekolah. Peranan manajemen mensinkoronkan berbagai input pendidikan di sekolah, yang pada akhirnya berkaitan dengan output atau hasil pendidikan di sekolah.      

2.    Konsep Manajemen Pendidikan Secara Umum
a.    Pengertian
Gaffar (dalam Mulyasa, 2007: 19) memberikan pengertian bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai sebuah proses kerjasama yang sistematik dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Manajemen pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan peneglolaan proses pendidikan untuk mencapai tjuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun panjang. Sementara itu, Suryosubroto (2004: 15) menjelaskan bahwa pendidikan dapat diberi makna dari berbagai aspek sebagai berikut:
1)   Manajemen pendidikan sebagai kerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan
2)   Manajemen pendidikan sebagai proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam proses ini terdapat perencanaan, pengorganisasian, pangarahan, pemantauan, serta penilaian.
3)   Manajemen pendidikan sebagai suatu system.  Sistem adalah keseluruhan dari yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan pendidikan.
4)   Manajemen pendidikan sebagai upaya pendayagunaan sumber-sumber untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendayagunaan sumber-sumber merupakan pelibatan SDM dan sumber-sumber yang ada secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan.
5)   Manajemen pendidikan sebagai kepemimpinan manajemen.  Dilihat dari kepemimpinan, manajemen pendidikan merupakan upaya untuk menjawab pertanyaan bagaimana dengan kemampuan yang dimiliki administrator pendidikan tersebut dapat melaksanakan tujuan pendidikan.
6)   Manajemen pendidikan sebagai proses pengambilan keputusan.  Manajemen pendidikan merupakan manajemen yang mampu melakukan pengambilan keputusan terkait dengan masalah-masalah pendidikan yang ada di sekolah, sehingga tercapai tujuan pendidikan.
7)   Manajemen pendidikan sebagai aktivitas komunikasi.  Makna sebagai aktivitas komunikasi adalah manajemen pendidikan harus mempu membuat semua pihak yang terkait mengerti dan memahami tujuan, proses, dan kerangka manajemen pendidikan sekolah.
8)   Manajemen pendidikan dalam arti yang sempit adalah proses ketatausahaan di sekolah.
Manajemen pendidikan dalam pandang proses pencapaian tujuan pendidikan merupakan siklus yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pembiayaan, pemantauan, dan penilaian. Sementara itu, Pandangan manajemen sekolah sebagai kerangka sistem, menyoroti bahwa dalam manajemen sekolah terdapat unsur input yaitu murid yang dikelola melalui proses-proses manajemen untuk menghasilkan unsur output, yaitu lulusan yang sesuai dengan idealita yang dikembangkan di sekolah. Perlunya memandang pendidikan sekolah sebagai sistem adalah untuk mendukung manajemen yang handal, dengan menyadari bahwa output merupakan hasil dari berbagai proses yang saling berinteraksi di sekolah.  Kerangka pendidikan sekolah sebagai sistem ini dapat digambarkan sebagai berikut (Suryosubroto, 2004: 3):


 



Gambar 2.1. Kerangka Sistem Pendidikan Sekolah
Kerangka tersebut menjelaskan bahwa sekolah merupakan satu keseluruhan yang memproses murid menjadi lulusan. Dalam sudut pandang sistem, manajemen pendidikan mencakup komponen:
1)   Inputnya: yaitu siswa yang masuk sekolah
2)   Proses: yaitu kegiatan sekolah besarta aparatnya untuk menghasilkan lulusan. Proses tersebut mencakup proses belajar-mengajar, bimbingan kepada murid, kegiatan ektra kurikuler, sarana yang ada di sekolah seperti laboratorium serta media-media lain, kurikulum yang dikembangkan, serta organisasi yang ada di sekolah.
3)   Output: yaitu lulusan yang dihasillan. Dalam kerangka sistem, lulusan yang dihasilkan diharapkan memiliki kualifikasi seperti yang dikehendaki oleh tujuan pendidikan di sekolah.
3.    Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
a.    Pengertian
Istilah manajemen berbasis sekolah (school based management) pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas kepada sekolah dalam kerangka kebijakan nasional. Otonomi sekolah diberikan agar sekolah dapat secara mandiri mengelola sumberdaya dan sumber dana sesuai dengan priorotas kebutuhan riil yang ada di sekolah dan agar sekolah menjadi lebih tanggap dengan kondisi dan kebutuhan setempat. Manajemen MBS menuntut sekolah untuk secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah.
MBS merupakan wujud reformasi pendidikan, yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi dari sekolah untuk meningkatkan kinerja staf, menawarkan secara langsung partisipasi  kelompok-kelompok terkait dan meningkatkan pemahaman masyarakat pada pendidikan. Sesuai dengan prinsip otonomi dan desentralisasi pendidikan, kewenangan sekolah juga berperan dalam menampung konsesnsus umum yang meyakini bahwa sedapat mungkin keputusan dibuat oleh mereka yang memiliki akses paling baik terhadap informasi setempat, yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kebijakan dan yang terkena akibat dari kebijkan-kebijakan tersebut (Mulyasa, 2007: 20).
b.    Keuntungan MBS
Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut (Fatah, 2000 dalam Mulyasa, 2007: 24):
1)        Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan guru.
2)        Bertjuan pada bagaiamanamemanfatkan sumberdaya lokal.
3)        Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik, seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengalaman, tingkat putus sekolah, moral guru dalam sekolah.
4)        Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang pulang sekolah, dan perubahan perencanaan.
MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, messo, maupun mikro.
MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan keterlibatan masyarakat merupakan respon pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan evisiensi antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumberdaya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan prfesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif dan disintensif. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tersebut. Hal ini dimungkinkan karena ada sebagain masyarakat tumbuh rasa memiliki yang tinggi terhadap sekolah.

c.    Faktor-Faktor Penting dalam MBS
Badan Pengembangan Pendidikan Nasional bersama Bank Dunia telah mengkaji beberapa faktor yang perlu diperhatikan sehubungan dengan MBS. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan:
1)   Kewajiban Sekolah
MBS menawarkan penguasaan pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru, dan pengelola sistem pendidikan profesional. Oleh karena itu, pelaksanaannya perlu disertai seperangkat kewajiban nasional, serta monitoring dan tuntutan pertanggungjawaban yang relatif tinggi untuk menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi juga memiliki kewajiban melaksanakan kewajiban pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat sekolah. Dengan demikian, sekolah dituntut mampu menampilkan pengelolaan sumberdaya secara transparan, demokratis, tanpa moniopoli, dan bertanggungjawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik.
2)   Kebijakan dan prioritas pemerintah
Pemerintah sebagai penanggungjawab pendidikan nasional berhak merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama yang berkaitan dengan program peningkatan melek huruf dan angka, efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Dalam hal-hal tersebut, sekolah tidak diperbolehkan untuk berjalan sendiri dengan mengabaikan kebijakan dan standar yang ditetapkan pemerintah yang dipilih secara demokratis.
3)   Peranan orang tua dan masyarakat
MBS menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas untuk membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas daerah setempat serta mengefisienkan sistem dan menghuilangkan birokrasi yang tumpang tindih. Partisipasi masyarakat merupakan salh satu aspek penting dalam MBS. Melalui dewan sekolah, orang tua dan masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembuatan berbagai keputusan.
4)   Peranan profesionalisme dan manajerial
MBS menuntut perubahan-perubahan tingkah laku kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi dalam mengoperasikan sekolah. Kepala sekolah, guru, dan tenaga admistrasi harus memiliki kedua sifat tersebut yaitu profesionalisme dan kemampuan manajerial.
5)   Pengembangan profesi
Dalam MBS pemerintah harus menjamin bahwa semua unsur penting tenaga kependidikan menerima pengembangan profesi yang diperlukan untuk mengelola sekolah secara efektif.         
d.   Karakteristik MBS
MBS yang ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi pendidikan akan memberikan wawasan baru terhadap system yang sedang berjalan selama ini. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja sekolah, dengan menyediakan layanan kependidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sekolah setempat.
Karakteristik MBS dapat diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan sumberdaya manusia, dan pengelolaan administrasi serta sumberdaya lainnya. Mulyasa, (2007: 29) mengemukakan karakteristik MBS sebagai berikut:
1)      Organisasi Sekolah
Organisasi sekolah dalam MBS berperan dalam (1) menyediakan manajemen organisasi kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan sekolah, (2) menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya sendiri, (3) mengelola kegiatan operasional sekolah, (4) menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dengan masyarakat, (5) menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggungjawab kepada masyarakat dan pemerintah.

2)      Proses Belajar
Proses belajar dalam MBS bersifat: (1) meningkatkan kualitas belajar siswa, (2) mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah, (3) menyelenggarakan proses belajar-mengajar yang efektif, (4) menyediakan program pengembangan yang diperlukan siswa.
3)      Sumberdaya Manusia (human resource)
SDM dalam MBS dikembangkan dengan: (1) memberdayakan staf dan menempatkan personel yang dapat melayani kebutuhan siswa, (2) memilih staf yang memiliki wawasan manajemen berbasis sekolah, (3) menyediakan kegiatan pengembangan profesi staf, (4) menjamin kesejahteraan staf dan siswa.
4)      Sumberdaya dan Administrasi
Sumberdaya dan administrasi dalam MBS dikembangkan dengan: (1) mengidentifikasi sumberdaya yang diperlukan dan mengalokasikan sumberdaya tersebut sesuai dengan kebutuhan, (2) peningkatan peran pengelolaan sekolah, peningkatan penyediaan dukungan administrative, (3) peningkatan peran pengelolaan dan penyediaan gedung dan sarana lainnya.
e.    MBS Sebagai Proses Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan istilah yang dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat dalam perekonomiannya, hak-haknya, agar memiliki posisi yang seimbang dengan manusia lainnya  yang selama ini telah lebih mapan kehidupannya. MBS merupakan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan  mutu dan kemandirian sekolah. Dengan MBS, diharapkan segenap personil sekolah dapat melaksanakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan, perkembangan, zaman, karakteristik lingkungan, dan tuntutan global.
Mulyasa (2007: 33) mengemukakan bahwa sedikitnya terdapat delapan langkah pemberdayaan dalam kaitannya dengan MBS, yaitu: (1) menyusun kelompok guru sebagai penerima awal atas rencana program pemberdayaan, (2) mengidentifikasi dan membangun kelompok peserta didik sekolah, (3) memilih dan melatih guru dan tokoh masyarakat yang terlibat secara langsung dalam implementasi MBS, (4) membentuk dewan sekolah yang terdiri dari unsure sekolah dan masyarakat dibawah pengawasan pemerintah daerah, (5) menyelenggarakan pertemuan-pertemuan para anggota dewan sekolah, (6) mendukung aktivitas kelompok yang tengah berjalan, (7) mengembangkan hubungan yang harmonis antara masyarakat dan sekolah, (8) menyelenggarakan lokakarya untuk evaluasi.
f.      Operasionalisasi MBS
Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila didukung oleh sumberdaya manusia yang professional untuk mengoperasikan sekolah, mengelola dana yang cukup besar di sekolah agar sekolah dapat menggaji sesuai fungsinya, sarana dan prasarana yang memadai untuk proses belajar-mengajar, serta dukungan masyarakat yang tinggi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Merawat Bayi Baru Lahir

AC SPLIT

Menghitung Headloss