gaya kepemimpinan dan motivasi



A.      Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan atau leadership, menurut Umam (2010: 270) merupakan kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia, baik perseorangan maupun kelompok. Kepemimpinan dapat berlangsung tanpa harus terikat oleh aturan-aturan yang ada. Apabila kepemimpinan dibatasi oleh tata aturan organisasi atau dikaitkan dengan birokrasi tertentu, hal tersebut dinamakan dengan manajemen. Thoha (dalam Umam, 2010: 270) menjelaskan bahwa kepemimpinan dan manajemen sering disamakan pengertiannya oleh banyak orang, padahal keduanya memiliki perbedaan yang cukup penting untuk dipahami. Pada hakekatnya, kepemimpinan memiliki pengertian lebih luas dari manajemen. Manajemen merupakan konsep yang khusus dari kepemimpinan didalam usahanya mencapai tujuan organisasi. Fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengarturan, motivasi, dan pengendalian harus dijalankan dalam manajemen, tapi tidak harus dalam kepemimpinan.
Menurut Danim (2010: 6) pengertian kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasikan dan memberi arah kepada individu atau kelompok lain yang bergantung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Kepemimpinan adalah faktor manusia yang mengikat suatu kelompok secara bersama-sama dan mendorong mereka kesuatu tujuan.
Kepemimpinan menurut Badari (dalam umam, 2010: 270) dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kepemimpinan struktural dan non struktural. Dalam konteks struktural, kepemimpinan diartikan sebagai proses pemberian motivasi agar orang-orang yang dipimpin melakukan kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan program yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga berarti usaha mengerahkan, membimbing, dan mempengaruhi orang lain agar pikiran dan kegiatannya tidak menyimpang dari tugas pokok masing-masing. Adapun dalam konteks non struktural, kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi pikiran, perasaan, tingkah laku, dan mengarahkan semua fasilitas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Dari kedua konteks kepemimpinan tersebut, dapat diidentifikasi unsur-unsur kepemimpinan yaitu:
a.         Seseorang atau lebih yang berfungsi memimpin, yang disebut sebagai pemimpin (leader).
b.         Adanya orang lain yang dipimpin.
c.         Adanya kegiatan menggerakkan orang lain yang dilakukan dengan mempengaruhi dan mengarahkan perasaan, pikiran, dan tingkah lakunya.
d.        Adanya tujuan yang hendak dicapai yang dirumuskan secara sistematis.
e.         Berlangsung berupa proses didalam institusi, organisasi, atau kelompok (Umam, 2010: 271).
Suatu kepemimpinan membawa arti adanya fenomena kompleks yang melibatkan pemimpin, pengikut, dan situasi. Tiga elemen ini saling berinteraksi dalam hubungan saling membutuhkan dengan kapasitasnya masing-masing.Proses kepemimpinan dapat dipahami dengan baik ketika tidak hanya melihat pada sosok seorang pemimpin, tetapi juga pengikut, bagaimana pemimpin dan pengikut saling mempengaruhi, dan juga bagaimana situasi bisa mempengaruhi kemampuan dan tingkah laku pemimpin dan pengikut. Interaksi ketiga komponen ini sebagaimana pada gambar 2.1 berikut (Wahono, 2010: 1):
Gambar 2.1Interaksi Komponen-Komponen Kepemimpinan (Wahono, 2010: 1)

Kepemimpinan (leadership) memiliki kemripan dengan manajemen (management), meskipun sebenarnya sangat berbeda dalam konsep. Menurut Bennis and Nanus (dalam Wahono, 2010: 1), konsepsi pemimpin lebih ke arah mengerjakan sesuatu yang benar, sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat (managers are people who do things right and leaders are people who do the right thing). Kepemimpinan memastikan tangga yang didaki bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar mendaki tangga seefisien mungkin.
Dalam kepemimpinan, dikenal adanya gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain (Hersey, 2005:29). Gaya kepemimpinan menurut Umam (2010: 278) dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.    Gaya Otokratis
Gaya kepemimpinan Otokratis ini dijalankan oleh pemimpin Otokratik. Secara konseptual, pemimpin otokratis adalah pemimpin yang memiliki wewenang (authority) dari suatu sumber (misalnya karena posisinya), pengetahuan, kekuatan, atau kekuasaan untuk memberikan penghargaan atau menghukum. Pemimpin ini menggunakan authority sebagai pegangan atau hanya sebagai alat atau metode agar sesuatu dapat dijalankan serta diselesaikan. Apa yang dilakukan dalam gaya kepemimpinan ini hanyalah memberitahukan tugas seseorang serta menuntut kepatuhan orang secara penuh tanpa ada pertanyaan. Gaya kepemimpinan ini memiliki dua model: (1) Model garis keras, yaitu menuntut kepatuhan, jika tidak, maka aka nada sanksi yang diterapkan; (2) Model paternalistic, yaitu menuntut kepathuan dari para anggotanya, namun kepatuhan ini atas dasar hubungan yang sering bersifat pribadi dan diwarnai oleh father knows best,  ketergantungan pribadi bawahan dan berdasarkan pada reward dan rasa aman.
2.    Gaya Birokratik
Gaya ini merupakan gaya kepemimpinan yang dijalankan dengan menginformasikan kepada para anggota atau bawahannya tentang apa dan bagaimana sesuatu itu harus dilaksanakan, akan tetapi, dasar-dasar dari perintah gaya kepemimpinan ini hampir sepenuhnya menyangkut kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, dan peraturan-peraturan yang terkandung dalam organisasi. Ciri khas seorang pemimpin yang birokratis adalah pandangannya terhadap semua aturan atau ketentuan organisasi adalah absolut, artinya pemimpin mengatur kelompoknya dengan berpegang sepenuhnya pada aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam organisasi. Kreativitas dan inovasi hanya berlaku sesuai dengan garis yang ditetapkan dalam organisasi.
3.    Gaya Diplomatis
Pada gaya ini dapat dikatakan bahwa seorang pemimpin yang diplomat adalah juga seorang seniman, yang melalui seninya berusaha melakukan persuasi secara pribadi, jadi sekalipun ia memiliki wewenang maupun kekuasaan yang jelas, ia kurang suka mempergunakan kekuasaannya itu. Ia lebih cenderung memilih cara menjual sesuatu (motivasi) kepada bawahannya, dan mereka menjalankan tugas pekerjaannya dengan baik.
4.    Gaya Partisipatif
Pemimpin dengan gaya partisipatif adalah pemimpin yang selalu mengajak secara terbuka kepada anggota ataupun bawahannya untuk berpartisipasi atau mengambil bagian secara aktif, baik secara luas atau dalam batas-batas tertentu dalam pengambilan keputusan, pengumuman kebijakan, dan metode-metode operasionalnya. Jenis pemimpin ini dapat berupa seorang pemimpin yang benar-benar demokratis ataupun ia berstatus sebagai pemimpin yang berkonsultasi.


5.    Gaya free rein leader
Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin seakan-akan menunggang kuda yang melepaskan kedua kendali kudanya, walaupun demikian, pemimpin dalam gaya ini bukanlah seorang pemimpin yang benar-benar memberikan kebebasan kepada anggota atau bawahannya untuk bekerja tanpa pengawasan sama sekali. Hal yang dilakukan pemimpin tersebut adalah menetapkan tujuan yang harus dicapai oleh anggota atau bawahannya untuk bebas bekerja dan bertindak tanpa pengarahan atau control lebih lanjut, kecuali apabila mereka memintanya.

B.       Motivasi
Motif atau motivasi berasal dari kata latin ‘moreve’ yang berarti dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku. Motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan atau ‘needs’ atau ‘want’, dimana kebutuhan adalah suatu potensi dalam diri manusia yang perlu ditanggapi atau direspon. Tanggapan terhadap kebutuhan tersebut dan hasilnya orang akan merasa puas. Apabila kebutuhan tersebut belum direspon atau dipenuhi, maka akan berpotensi untuk muncul kembali sampai terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan (Notoatmodjo, 2007: 121).
Setiap individu memiliki kondisi internal, dimana kondisi tersebut ikut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu dari kondisi internal tersebut adalah motivasi. Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakan seseorang untuk bertingkah laku. Dorongan tersebut berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Motivasi juga dapat dikatakan sebagai perbedaan antara dapat melaksanakan dan mau melaksanakan. Motivasi adalah kekuatan, baik dari dala m maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Motivasi dapat diartikan juga sebagai dorongan mental terhadap perorangan atau orang-orang sebagai anggota masyarakat (Uno, 2008: 22).Menurut Wexley dan Yuki memberikan batasan mengenai motivasi sebagai pemberian atau penimbulan, dimana motivasi yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang pegawai ikut menentukan besar kecilnya kinerja (Umam, 2010: 159). Teori motivasi menurut Ashar SM (2010: 326) adalah sebagai berikut :
1.    Teori Herarcy of Need Abraham Maslow
Menurut Maslow(dalam Nasution, 2008: 56), dikatakan bahwa manusia hidup memiliki berbagai kebutuhan. Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi. Manusia dalam melakukan suatu tindakan selalu mengarah pada tercapainya kebutuhan-kebutuhan hidupnya.Kebutuhan maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya. Lima kebutuhan dasar Maslow - disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu krusial
Abraham Maslow mengutarakan hasil pemikiran bahwa pada intinya manusia mempunyai 5 tingkat kebutuhan (hierarchy of needs) yaitu: (1). Kebutuhan fisiologis (faal), seperti kebutuhan untuk makanan dan minuman, kebutuhan akan udara segar (oksigen); (2) Kebutuhan rasa aman, kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik; (3) Kebutuhan sosial, kebutuhan ini mencakup memberi dan menerima persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki (belonging); (4) Kebutuhan harga diri, terdiri dari dua jenis yaitu faktor internal meliputi kebutuhan harga diri, kepercayaan diri, otonomi, dan kompetensi. Faktor eksternal meliputi kebutuhan untuk dikenali dan diakui (recognition) dan status, (5) Kebutuhan aktualisasi diri, meliputi kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secara penuh.
2.    Teori Clayton Alderver
Teori ini dikenal dengan ERG (exitence, relatedness, dan growth needs). Secara konseptual teori ERG mempunyai persamaan dengan teori yang dikembangkan Maslow yang memandang bahwa motivasi muncul sebagai akibat adanya kebutuhan, yaitu: (1) Kebutuhan eksistensi (existence needs), meliputi memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan mobil; (2) Kebutuhan hubungan (relatedness needs), meliputi berkenginan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain yang dianggap penting dalam kehidupan mereka dan mempunyai hubungan yang bermakna dengan keluarga, teman, dan rekan kerja; (3) Kebutuhan pertumbuhan (growth needs),meliputi kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuh.
3.    Teori Dua Faktor Frederc Hezberg
Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yang ia namakan faktor motivator mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi pekerjaan, yaitu : tanggung jawab (responsibility),  kemajuan (advancement), pekerjaan itu sendiri, capaian (achievement), pengakuan (recognition).
4.    Teori Kebutuhan Mc. Clelland
Dalam konsep ini, motivasi juga diyakini muncul akibat tuntutan untuk memenuhi kebutuhan, yaitu: (1) Kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement) dimana manusia lebih mengejar prestasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan, manusia bergairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efisien dibandingkan hasil sebelumnya; (2) kebutuhan untuk berkuasa (need for power), yaitu adanya keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk memiliki dampak terhadap orang lain; (3) Kebutuhan untuk berafiliasi (need for affliation), yaitu orang yang berusaha mendapatkan persahabatan, ingin disukai dan diterima oelh orang lain, lebih menyukai situasi-situasi kooperatif dari situasi kompetitif dan sangat menginginkan hubungan-hubungan yang melibatkan saling pengertian dalam derajat yang tinggi, dan berusaha untuk menghindari konflik.

5.    Teori X dan Y
McGregor (dalam Umam, 2010: 163) mengemukakan bahwa pandangan pimpinan (manager) terhadap manusia didasarkan pada kelompok asumsi tertentu (asumsi negative sebagai X dan positif sebagai Y), dan menurut asumsi ini pimpinan cenderung menularkan perilakunya pada bawahan. Menurut teori X dan Y ini, empat asumsi yang dipegang para pimpinan atau manajer adalah:
a)         Karyawan secara inhern tidak menyukai kerja, dan apabila memungkinkan maka akan menghindarinya.
b)        Karena karyawan tidak menyukainya, maka harus dipaksa, diawasi, atau diancam dengan hukuman.
c)         Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan formal bila mungkin.
d)        Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan diatas factor lain yang terkait dengan kerja dan akan menunjukkan ambisi yang rendah.
Kontras dengan pandangan negative mengenai kodrat manusia ini, McGregor mencatat empat asumsi positif yang disebutnya dengan teori Y, yaitu:
1)        Karyawan dapat memandang kerja sebagai  kegiatan alami yang sama dengan bermain.
2)        Orang-orang akan melakukan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka memiliki komitmen dan sasaran.
3)        Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan tanggung jawab.
4)        Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif menyebar luas kepada semua orang dan tidak hanya milik mereka yang berbeda dalam posisi manajemen.
Umam (2010: 164) menjelaskan bahwa teori X berkenaan dengan individu yang didominasi kebutuhan tingkat rendah, sedangkan teori Y terjadi pada individu yang didominasi kebutuhan tingkat tinggi.
Umam (2010: 160) menjelaskan bahwa pada prinsipnya motivasi merupakan sekelompok pendorong yang mempunyai ciri-ciri:
1)        Berasal dari dalam ataupun luar individu.
2)        Dapat menimbulkan perilaku bekerja.
3)        Dapat menentukan bentuk, tujuan, intensitas, dan lamanya perilaku bekerja.
Macam atau jenis motivasi ini dapat dilihat dari berbagai sudut andang yaitu (Sardiman, 2007: 86):
1)   Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya, meliputi (1) Motif-motif bawaan yaitu motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari, misalnya: dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk bekerja, untuk beristirahat, dordngan seksual. Motif ini sering disebut motif- motif yang diisyaratkan secara bioligis; (2) Motif-motif yang dipelajari adalah motif yang timbul karena dipelajari, misalnya: dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengajar sesuatu di dalam masyarakat. Motif ini sering motif- motif yang diisyaratkan secara sosial.
2)   Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis, meliputi (1) Motif organis, meliputi: kebutuhan untuk minum, makan, bernafas, seksual, berbuat dan kebutuhan untuk beristirahat; (2) Motif-motif darurat, yang termasuk dalam jenis motif ini antara lain dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk berusaha, untuk memburu. Motivasi jenis ini timbul karena adanya rangsangan dari luar; (3) Motif-motif objektif, dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat. Motif-motif ini muncul karena dorongan untuk dapat menghadapi dunia luar secara efektif.
3)   Motivasi rohaniah dan jasmaniah. Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu menjadi dua jenis yakni motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Termasuk dalam motivasi jasmani seperti: reflek, insting otomatis, nafsu, sedangkan yang termasuk motivasi rohaniah adalah kemauan.
4)   Motivasi intrinsik dan esktrinsik. Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau fungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu, sedangkan motivasi esktrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi kerena adanya perangsang dari luar (Sardiman, 2007: 86).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Merawat Bayi Baru Lahir

AC SPLIT

Menghitung Headloss